Tuesday 24 February 2015

Wajib belajar

Posted by bayu hidayat on 01:53 with No comments
Mahalnya biaya sekolah, membuat orang miskin memilih perut ketimbang pendidikan.  Program sekolah gratis hanya ilusi, pada kenyataannya orang miskin tetap mengeluarkan biaya untuk seragam, sepatu, transfortasi, dan buku.  Untuk masuk SD/SMP saja, biaya seragam, sepatu, dan buku tulis bisa mencapai 500.000, sedangkan untuk transfortasi bisa memakan biaya 6000 per hari, belum lagi jajan harian anak di sekolah misalkan 1000 perhari.  Walhasil 7.000 sehari harus dikeluarkan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya disebuah sekolah gratis…..bagi orang miskin biaya ini cukup besar, karena 7.000 lebih baik digunakan untuk membeli 1 liter beras, daripada sekolah.  Satu sisi banyak sekolah yang tidak menginginkan jadi sekolah gratis, karena pamornya jadi turun dan guru pun tidak mendapat income tambahan????? Ironisnya WAJIB BELAJAR SUDAH DIDENGUNGKAN SEJAK 30 TAHUN YANG LALU, DAN SAMPAI SEKARANG BELUM BISA TERCAPAI BAHKAN MAKIN MEMBURUK????

PADA HARI PENDIDIKAN NASIONAL, HARUS DIAKUI….SECARA SISTEM NEGARA KITA SEDANG MENUJU “KEBANGKRUTAN” SECARA TOTAL.

Penganaktirian Madrasah dan Pesantren

Posted by bayu hidayat on 01:48 with No comments
Madrasah masih menjadi anak tiri dalam pendidikan.  Sekolah yang punya keunggulan dari sisi akhlak ini acapkali dipandang sebelah mata.  Sejak zaman penjajahan pesantren dan madrasah adalah kawah candra dimuka lahirnya para pejuang yang membebaskan bangsa ini dari penjajahan.  Mungkin ketakutan ini masih menyelimuti kebijakan pendidikan Indonesia yang lebih pro sekuler ketimbang islam.  Walhasil…madrasah nasibnya sangat mengkhawatirkan…dan senantiasa tertinggal….padahal madrasah ada dan hidup ditengah masyarakat yang marjinal, sehingga memajukan madrasah berarti mengeluarkan masyarakat dari kemarjinalan.

Pendidikan untuk mencetak buruh

Posted by bayu hidayat on 01:44 with No comments
SMK menjadi primadona dalam tiga tahun terakhir ini, mengapa? SMK diimagekan sebagai sekolah yang cepat menghasilkan uang.  Anak saya yang TK, ketika menyaksikan iklan SMK berkata pada kakaknya, “masuk SMK aja nanti dikasih uang, kan ada iklannya”.  Sungguh melihat fakta ini, saya jadi teringat pendidikan di zaman kolonial Belanda, sekolah pertukangan dan pangepraja dibuka semurah-murahnya dan sebanyak-banyaknya, tujuannya adalah menghasilkan para buruh dan pegawai bagi kepentingan Belanda.  Kini setelah 63 tahun Indonesia MERDEKA, sudah cukup banyak sarjana , master, dan doktor sebagai konseptor bangsa, maka PEMERINTAH SBY mengembar-gemborkan lagi, untuk menjadikan anak-anak bangsa ini cukup SEBAGAI BURUH, yang kemudian bisa diekspor sebagai TKI….Ironis…!!!!

UJIAN AKHIR NASIONAL

Posted by bayu hidayat on 01:39 with No comments
Menteri pendidikan yang keras kepala tetap bersikukuh bahwa “UAN” adalah penentu LULUS TIDAKNYA SISWA.  Kekeras kepalaan Mentri Pendidikan bisa dimaklumi, latar belakangnnya sebagai ekonom MAFIA BERKELEY menjadikan pemikirannya pun hanya berkutat pada suku bunga, inflasi, investasi, dan pertumbuhan ekonomi yang semuanya dinilai dari superfacial atau makro saja.  Maka ketika landasan ekonomi diterapkan pada pendidikan, analoginya adalah  nilai UAN=indikator pertumbuhan ekonomi, yang hanya dilihat dari B.IND=inflansi, MATH=suku bunga, 

Pelajaran lainnya=investasi.  Walaupun parameter kelulusan hanya berdasarkan pada UAN bertentangan dengan filosofi kurikulum 2006 (KTSP) yang sangat menjunjung proses, Mentri Pendidikan tidak perduli.  SHOW MUST BE GO ON (resiko jika menteri pendidikan dipegang oleh orang yang tidak mengerti pendidikan).  Walhasil guru berbuat curang demi murid.  Kasus Deli Serdang bukan satu-satunya kasus.

Murid pun stress….Jika ada penelitian tentang stress, maka bisa diprediksi…STRESS pada siswa dan guru bahkan orang tua sangat tinggi setiap UAN.  Tetapi tentu saja, UAN menguntungkan lembaga bimbingan belajar.  Maka saya sarankan…semua sekolah di Indonesia ditutup saja!!!!!semuanya diganti BIMBINGAN BELAJAR!!!!Karena apakah itu SBI, Nasional Plus, atau … jika yang dihargai pada akhirnya hanya nilai UAN yang bisa didapatkan hanya lewat drill tanpa perlu proses!!!!  JADI UAN ADALAH PEMANDULAN KREATIFITAS BANGSA, DAN PEMICU KETIDAKJUJURAN/BUDAYA KORUPSI

Kapitalisasi pendidikan

Posted by bayu hidayat on 01:35 with 3 comments
Melalui kebijakan “membadan usahakan dunia pendidikan”, pendidikan dihadapkan pada biaya yang sangat mahal.  Beberapa sekolah negeri yang berkatagori SBI dan Nasional Plus mematok harga masuk 5-10 juta, belum lagi spp bulanan > 200.000, walhasil anak-anak miskin tidak mungkin mendapatkan sekolah bermutu.  PTN bergensi yang sudah BHMN  pun berlomba-lomba meningkatkan uang masuk, jalur biasa saja (spmb) bisa seharga 10 juta untuk uang masuk, maka jalur luar biasa konon paling sedikitnya 60 juta.   walhasil KAPITALISASI pendidikan akan memicu DISKRIMINASI PENDIDIKAN.

Monday 23 February 2015

Sejarah Bola Voly Di Indonesia

Posted by bayu hidayat on 10:36 with No comments
Bola voli merupakan olahraga yang dimainkan beregu atau disebut juga dengan tim, setiap tim memainkan 6 orang dalam sebuah pertandingan dan bisa digantikan dengan pemain cadangan jika ada pemain yang mengalami cidera. Permainan bola voli merupakan permainan yang menggunakan tangan dan diperbolehkan menggunakan kaki. Manfaat melakukan olahraga bola voli juga sangat banyak, selain untuk melatih kekuatan tangan, olahraga ini juga menggerakan kaki untuk berlari, melompat sehingga dapat melatih kelenturan dan kekuatan kaki dan tangan.

Kemudian permainan bola voli dimainkan di lapangan yang terbuka dan dapat juga di lapangan tertutup. Lapangan bola voli dengan menggunakan panjang 18 meter dan lebar 9 meter.Pemenang dalam olahraga voli ini ditentukan dengan banyaknya poin yang didapat dari bola yang masuk ke dalam area lawan.Jika bola keluar maka point yang di dapat untuk lawan.

Permainan bola voli telah dikenal sejak abad pertengahan, terutama Romawi. Kemudian permainan ini diperkenalkan di Jerman pada tahun 1893 dengan nama “faustball”, dua tahun kemudian olahraga ini diciptakan William G.Morgan pada tahun 1895. William G.Morgan adalah Direktur YMCA (Young Men Christian Association) di kota Holyoke, negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat mencoba permainan semacamnya yang diberi nama minonette. Dasar yang digunakan permainan minonette adalah memukul-mukul bola hilir mudik di udara, maka permainan minonette ini kemudian diubah menjadi bola voli.

Bola voli ini cepat meluas ke seluruh dunia karena digemari oleh masyarakat. Bola voli dipertandingkan pertama kali mulai tahun 1974 di polandia. Kemudian pad a tahun 1948 induk organisasi bola voli dunia dibentuk yang berkedudukan di Paris dengan nama IVBF (International Volley Ball Federation) yang beranggotakan 15 negara.

Bola voli masuk ke indonesia pada tahun 1928 semasa penjajahan Belanda. Permainan bola voli ini sangat cepat perkembangannya di seluruh indonesia.Dan bola voli ini termasuk salah satu cabang olahraga yang diresmikan di indonesia. Kemudian tanggal 22 Januari 1955 lahirlah PBVSI (Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia) dengan diketuai oleh W.J.Latumenten.Setelah terciptanya induk organisasi bola voli ini, maka pada tanggal 28 sampai 30 mei 1955 diadakan kongres dan kejuaraan nasional yang pertama di Jakarta.

Sejarah Sepak Takraw Di Indonesia

Posted by bayu hidayat on 10:31 with No comments
Sepak takraw adalah jenis olahraga campuran dari sepak bola dan bola voli, dimainkan di lapangan ganda bulu tangkis, dan pemain tidak boleh menyentuh bola dengan tangan. Kejuaraan paling bergengsi dalam cabang ini adalah King’s Cup World Championships, yang terakhir diadakan di Bangkok, Thailand. Permainan ini berasal dari zaman Kesultanan Melayu (634-713) dan dikenal sebagai Sepak Raga dalam bahasa Melayu. Bola terbuat dari anyaman rotan dan pemain berdiri membentuk lingkaran.

Sepaktakraw berasal dari dua kata yaitu sepak dan takraw. “Sepak” berarti gerakan menyepak sesuatu dengan kaki, dengan cara mengayunkan kaki di depan atau ke sisi (Depdikbud, 1995). Sedangkan “Takraw” berarti bola atau barang bulat yang terbuat dari anyaman rotan (Depdikbud, 1992). Jadi sepaktakraw adalah sepak raga yang telah dimodifikasikan untuk menjadikannya sebagai suatu permainan yang kompetitif. Sedangkan menurut ahli lain mengatakan sepaktakraw adalah menyepak bola dengan samping kaki, sisi kaki bagian dalam atau bagian luar kaki yang terdiri dari tiga orang pemain.

Catatan sejarah terawal tentang sepak raga terdapat dalam sejarah Melayu. Ketika pemerintahan Sultan Mansur Shah Ibni Almarhum Sultan Muzzaffar Shah (1459 - 1477), seorang puteranya bernama Raja Ahmad telah dibuang negeri karana membunuh anak Bendahara akibat persengketaan ketika bermain sepak raga. Raja Ahmad kemudiannya diangkat menjadi Sultan di Pahang, bergelar Sultan Muhammad Shah I Ibni Almarhum Sultan Mansur Shah.

Permainan Sepak Takraw sampai sekarang ini masih merupakan salah satu cabang olahraga yang belum memasyarakat, belum menjadi kegemaran masyarakat dari semua lapisan. Permainan Sepak Takraw baru merambah kepada masyarakat lapisan menengah ke bawah. Hal ini disebabkan permainan ini sulit dilakukan, berisiko cidera atau sakit lebih besar, dan masih ada kelompok masyarakat yang menganggap permainan Sepak Takraw sebagai olahraga yang kasar. Namun demikian perkembangan permainan Sepak Takraw terjadi sangat pesat sekali. Hal ini dapat dilihat mulai tahun 1983, seluruh daerah di Indonesia sudah memiliki Pengurus daerah (Pengda) atau sekarang bernama Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Sepak Takraw Seluruh Indonesia (PSTI).

Permainan Sepak Takraw secara internasional telah membentuk induk organisasi tingkat asia sejak 1982, yang perkembangannya secara internasional sekarang ini sangat hebat. Tidak hanya negara-negara Asia Tenggara yang mengembangkan olahraga ini, tapi hampir seluruh bangsa di dunia ini mengembangkan permainan Sepak Takraw, seperti Amerika, Australia, dan sebagainya.

Sejarah Sepak Bola Di Indonesia

Posted by bayu hidayat on 10:28 with No comments

Sejarah Sepak Bola Indonesia menjadi keinginan banyak pihak untuk dibakukan sehingga publik mendapatkan informasi yang jelas, utuh, dan ilmiah. Kalau sejarah kerajaan besar di Nusantara saja dapat teridentifikasi, tapi mengapa sepak bola Indoonesia tidak juga ada kejelasan? Sayang sampai sekarang hal ini masih menjadi misteri yang tak terungkapkan.


Untuk memaparkan dan mengungkapkan sejarah Sepak Bola Indonesia di shalimow.com dilakukan dengan pencarian dengan mesin pencarianpun tak kunjung mendapat sajian informasi yang memadai. Demikian juga dengan menelusurinya melalui pustaka, mulai dari took buku sampai toko buku bekas di kawasan Senin, Jakarta tak kunjung jua mendapatkan informasi penting juga.

Sempat terfikir oleh aku bahwa jangan-jangan memang belum ada satupun dokumen yang validitasnya kuat yang mengungkap Sejarah Sepak Bola Indonesia. Atau paling tidak hasil penelitian sejarah mengenai Sejarah Sepak Bola Indonesia oleh para sejarahwan, dst. Dan ketika menuliskan artikel ini saya semakin yakin akan dugaan bahwa Sejarah lahirnya Sepak Bola Indonesia memang belum ada.

Kesulitan yang pasti terjadi adalah tidak ditemukanya dokumen sejarah seperti lazimnya peninggalan purbakala yang berupa candi, tulisan di daun lontar, alat-alat, dll. Mungkin juga karena olahraga sepakbola dianggap sebagai aktifitas sosial yang kurang penting sehingga tidak terdokumentasikan dengan baik oleh nenek moyang kita. Agak berbeda dengan beberapa peninggalan sejarah Romawi dan Eropa ynag menemukan akan aktifitas sepak bola.

Hal yang sama juga terjadi pada pencarian mengenai sejarah munculnya olahraga sepak bola dimuka bumi ini yang masih juga mengundang perdebatan. Beberapa dokumen sejarah dunia menjelaskan bahwa sepak bola lahir sejak masa Romawi, sebagian lagi menjelaskan sepak bola berasal dari negeri Tiongkok, dst.

Disisi lain Bill Muray, seorang sejarahwan sepak bola, dalam bukunya The World Game: A History of Soccer, menjelaskan bahwa permainan sepak bola sudah dikenal sejak awal Masehi, masyarakat Mesir Kuno sudah mengenal teknik membawa dan menendang bola yang terbuat dari buntalan kain linen.

Menurut pendapat saya benang kusut tentang sejarah sepakbola Indonesia bisa mulai diurai dengan meneliti dokumen sejarah Indonesia yang ada di negeri Belanda. Menurut analisa saya sejarah olahraga sepakbola ini diawali oleh pendatang dari luar negeri, bukan dari Indonesia asli. Jadi beberapa kemungkinannya adalah:

Para pedagang dari negeri Tiongkok sekitar abad 7 M yang mulai masuk wilayah nusantara khususnya diwilayah kerajaan Sriwijaya. Seperti diketahui permainan masyarakat Cina abad ke-2 sampai dengan ke-3 SM sudah mengenal olah raga sejenis sepak bola yang dikenal dengan sebutan “tsu chu “.

Dibawa masuk ke Indonesia oleh para pedagang dari negeri Belanda, kalau mereka awal masuknya ke Indonesia sekitar tahun 1602 M maka sepakbola lahir dari perkembangan aktifitas dagang mereka di Indonesia.

Kedua kemungkinan lahirnya sejarah sepakbola diatas dapat menjadi kebenaran atau pula menjadi kesalahan, namun tidak ada yang boleh menjustifikasi kedua hal tersebut kecuali atas dasar fakta sejarah yang kuat. Disinilah letaknya urgensi dilakukanya penelusuran sejarah sepak bola nasional Indonesia.

Mahalnya Pendidikan di Tanah Air

Posted by bayu hidayat on 00:27 with No comments
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi.

Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai.

Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). 

Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan.

Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
Pendidikan adalah tonggak kemajuan bangsa. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin di capai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di dunia yang masih mempunyai masalah besar dalam dunia pendidikan.

Kita mempunyai tujuan bernegara ”mencerdaskan kehidupan bangsa” yang seharusnya jadi sumbu perkembangan pembangunan kesejahteraan dan kebudayaan bangsa. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Banyak faktor dan masalah yang menyebabkan pendidikan di Indonesia tidak bisa berkembang, diantaranya:

Mahalnya biaya pendidikan.

Pendidikan di Indonesia menjadi sulit bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mayoritas penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan mengakibatkan terbengkalai nya mereka dalam hal pendidikan. Selain kemauan mereka yang tidak pernah tumbuh dan sadar akan pendidikan, faktor ekonomi menjadi alasan utama  mereka untuk tidak menyentuh dunia pendidikan.

Pemerintah sudah mencanangkan pendidikan gratis dan bahkan pendidikan wajib 12 tahun, akan tetapi biaya-biaya lain yang harus di tangguh oleh para siswa tidaklah gratis. Biaya untuk perjalanan ke sekolah, membeli buku, seragam, dan peralatan sekolah lainnya tidak murah. Mereka harus memikirkan biaya lain selain biaya pendidikan yang bahkan lebih mahal di bandingkan biaya pendidikan itu sendiri. Selain itu, biaya hidup yang semakin meninggi terkadang membuat masyarakat lebih memilih untuk bekerja mencari nafkah dibanding harus melanjutkan pendidikannya

Fasilitas pendidikan yang kurang memadai

Yang menjadi permasalahan pendidikan di Indonesia adalah fasilitas pendidikan yang masih kurang memadai. Banyak sekolah-sekolah yang bangunannya sudah hampir rubuh, tidak memiliki fasilitas penunjang seperti meja belajar, buku, perlengkapan teknogologi, dan alat-alat penunjang lainnya yang menyebabkan pendidikan tidak dapat berkembang secara optimal.

Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

Perhatian yang diberikan pemerintah dalam hal pendidikan di kota dan di desa sangatlah berbeda. Pemerintah yang lebih menaruh perhatian pada pendidikan di perkotaan membuat kualitas pendidikan di perkotaan dan di pedesaan menjadi timpang. Salah satu contohnya ialah dalam masalah kesejahteraan guru. Gaji guru di desa jauh lebih rendah dibading gaji guru di kota.

Hal ini menyebabkan banyak guru yang lebih memilih bekerja di kota daripada di desa. Alhasil kualitas guru di kota lebih baik dibanding guru di desa. Selain masalah kesejahteraan guru, juga terdapat ketimpangan dalam hal bantuan untuk fasilatas pendidikan, dan banyak hal lainnya. Maka tidak heran apabila kualitas pendidikan di Indonesia masih belum merata dimana kualitas pendidikan di kota lebih baik daripada di desa.

Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Pemerintah harus peka terhadap kondisi pendidikan di setiap daerah dan dapat mengambil langkah yang pasti untuk memperbaiki kualitas sesuai dengan kondisi daerah masng-masing. Tidak hanya pemerintah, tetapi masayarat juga harus bahu-bahu bersama pemerintah untuk dapat meningkatkan kesadaran bahwa pendidikan itu penting dan dapat selalu mengawasi kegiatan pendidikan di Indonesia. 

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.